OSTEOCARSINOMA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Anjing merupakan hewan yang banyak disukai untuk dijadikan hewan kesayangan karena kecerdasannya, sifatnya yang setia, serta kemampuannya untuk berkomunikasi dengan pemiliknya. Salah satu ras anjing yang diminati sebagai hewan kesayangan adalah German Shepherd. Penyakit yang paling mematikan bagi ras ini adalah tumor ganas atau kanker.
Tumor atau neoplasma merupakan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol serta bersifat merugikan bagi penderitanya. Tumor merupakan penyakit yang berbahaya dan dapat menyebabkan kematian bagi penderitanya karena pertumbuhannya yang terus-menerus dan bersaing dengan sel normal dalam memperoleh nutrisi sehingga lambat laun jaringan normal akan mengalami kematian.
Osteosarcoma adalah jenis tumor ganas pada tulang, disebut appendicular osteosarcoma jika kejadiannya menyerang tulang kaki dan disebut axial osteosarcoma jika kejadiannya menyerang tulang lainnya. Osteosarcoma awalnya tumbuh pada bagian paling dalam tulang dan makin lama akan menyebabkan rasa nyeri seiring berkembangnya sel tumor dan tulang akan menjadi hancur. Biasanya osteosarcoma terjadi di tulang panjang seperti humerus dan radius-ulna pada kaki depan, femur dan tibia-fibula pada kaki belakang.
1.2.            Rumusan Masalah
1.3.            Tujuan


BAB II
STUDI KASUS
Osteosarcoma adalah tumor ganas pada jaringan tulang dengan tingkat metastasis yang lebih tinggi. Secara histologis osteosarcoma dikelompokkan ke dalam: osteosarcoma dengan perbedaan fibroblastik, osteosarcoma dengan perbedaan condroblastic, dan osteosarcoma dengan perbedaan fibroblastik dan telangiectatic. Jika mempertimbangkan aspek radiografi, pengelompokkan osteosarcoma meliputi: sarkoma osteoklastik (perusak), osteogenik (produktif) atau gabungan keduanya. Dan berdasarkan tempat osteosarcoma berkembang, mereka dikelompokkan menjadi: osteosarcoma skeletal dan osteosarcoma ekstraskeletal.
Osteosarcoma ekstraskeletal merupakan entitas histologis yang umumnya mempengaruhi hewan berusia tua (usia menengahnya adalah 10,6-11,5 tahun). Osteosarcoma skeletal sering terjadi pada breed tertentu yang memiliki keistimewaan yang sering mempengaruhi anjing ukuran besar. Sedangkan, osteosarcoma ekstraskeletal dapat ditemukan pada anjing ukuran kecil. Dari sudut pandang histologis, osteosarcoma ekstraskeletal adalah pembentukan neoplasma tulang. Secara sitologi, mereka dapat dianggap dalam bentuk murni yaitu terdiri dari jenis sel-sel tulang saja, atau pun campuran yang terdiri dari sel tulang, kondrosit, fibrocytes dan adiposit.
Dua kasus klinis, dievaluasi secara radiologis dan histopatologi di Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Bucharest: anjing jantan jenis German Shepherd berusia enam tahun, dan anjing betina tua jenis Teckel berusia tiga belas tahun. Pemeriksaan radiologi dilakukan dalam insidensi lateralis. Lalu untuk uji histologis, sampel dielevasi dari jaringan termodifikasi dan disimpan dalam parafin. Bagian 4-6μ diambil dan diwarnai dengan metode pewarnaan metil-blue hematoxilineeozine.
Kasus nomor satu: anjing German Shepherd jantan, berusia enam tahun dengan tumor di bagian ketiga depan dan tengah daerah vertebral servikalis. Pada anamnesis hewan dimengalami disfagia faring dan dyspnea pernapasan. Saat dilakukan palpasi, sensitivitas tinggi dan terjadi kekakukan pada daerah yang diduga tumor. Pemeriksaan radiografi menunjukkan adanya peritracheal radioopaque di bagian ujung dan tengah ventral daerah vertebral servikalis.
Kemudian atas permintaan pemiliknya, anjing tersebut dieutanasi dan diikuti dengan nekropsi dan pemeriksaan histologis untuk sertifikasi diagnosis. Banyak osteoklas dan condrocytes yang meluas ditemukan secara histologis di tumoral stroma. Sehingga diagnosis kasus ini dapat dinyatakan sebagai osteosarcoma dan osteoblastik ekstraskeletal.
Kasus nomor dua: Teckel betina, berusia tiga belas tahun, menderita tumor pada tingkat M2, M3 dan M4 dari baris mamae sebelah kiri. Zona Miller dengan radiopacity tertinggi berada pada masa tumor di tingkat baris mamae sebelah kiri.
Atas permintaan pemilik, massa tumor diangkat dan sampel diambil untuk uji histologis untuk kepastian diagnosis. Secara histologi ditemukan, dinding tulang bercelah dan osteosit berganti dengan daerah hiperplasia sel epitel dengan anisocitosis. Diagnosanya adalah osteosarkoma ekstraskeletal pada tingkat kelenjar susu.
 



BAB III
PEMBAHASAN
3.1.      Tumor
Tumor atau neoplasma adalah pertumbuhan sel yang berproliferasi tanpa terkontrol, memiliki kecenderungan untuk mengganggu sel yang normal, tidak memiliki struktur yang teratur, dan tidak memiliki fungsi (Smith & Jones 1961). Pertumbuhan tumor akan menimbulkan beberapa efek pada penderita. Massa tumor yang tumbuh akan menyebabkan penekanan pada jaringan di sekitarnya, seperti pembuluh darah, saluran viseral, dan syaraf. Penekanan pada pembuluh darah dan saluran viseral akan menyebabkan penyumbatan yang berlanjut dengan edema, iskhemia dan nekrosa. Penekanan pada syaraf akan mengakibatkan rasa sakit pada penderita. Pada umumnya, penderita tumor ganas mengalami kaheksia, kelemahan, dan anemia. Hal tersebut disebabkan oleh persaingan antara sel normal dengan sel tumor dalam mendapatkan suplai darah dan nutrisi (Tjarta 2002). Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya tumor adalah imunosupresi, keturunan, kelainan genetik, defek kongenital, terkena penyakit infeksi yang menginduksi terjadinya tumor, dan ma kanan yang mengandung zat karsinogenik.
Karsinogenesis
Agen penyebab tumor disebut karsinogen. Menurut Underwood (1992), karsinogen dapat dikelompokkan menjadi karsinogen kimia (vinyl klorida, obatobatan kemoterapi), virus onkogenik (hepatitis B, virus papilloma), radiasi (ultraviolet, x ray), dan agen biologis (aflatoxin, hormon, parasit). Tahap-tahap pembentukan tumor (karsinogenesis) adalah inisiasi, promosi, dan progresi.
Seperti pada Gambar 1, tahap inisiasi dimulai dari paparan karsinogen terhadap sel normal sehingga berubah menjadi sel dengan kerusakan Asam Deoksiribonukleat (ADN) permanen. Promosi adalah tahap proliferasi sel yang berlebihan. Sel-sel tumor yang tumbuh memiliki ketidakstabilan genetik sehingga mudah untuk mengalami mutasi tambahan yang menyebabkan heterogenitas tumor. Hal tersebut dinamakan progresi.
Klasifikasi Tumor
Menurut sifat pertumbuhannya, tumor terbagi atas dua macam, yaitu tumor jinak (benign) dan tumor ganas (malignant). Perbedaan antara tumor jinak dan tumor ganas disajikan pada Tabel 1.
Tidak semua tumor ganas dapat membentuk metastasis, namun semua tumor yang membentuk metastasis adalah tumor yang ganas (Dunstan 1998). Tumor jinak memiliki sifat pertumbuhan yang ekspansif, yaitu mendesak jaringan sehat di sekitarnya dan memiliki kapsula yang membatasi antara jaringan tumor dengan jaringan yang sehat. Sebaliknya, tumor ganas memiliki pertumbuhan yang infiltratif, yaitu tumbuh bercabang-cabang ke dalam jaringan sehat di sekitarnya menyerupai jari-jari kepiting sehingga seringkali disebut kanker (cancer). Tumor jinak akan memiliki morfologi sel yang mirip dengan jaringan asalnya. Tumor ganas memiliki laju pertumbuhan yang cepat sehingga ukuran massa tumor cepat membesar dan apabila dilihat secara mikroskopis banyak ditemukan figur mitotik (Spector & Spector 1993).
Tatanama pada tumor disusun berdasarkan asal jaringan serta keganasan tumor tersebut. Jaringan asal tumor terbagi atas jaringan mesenkim dan jaringan epitel. Jaringan mesenkim meliputi jaringan ikat, otot bergaris melintang, otot polos, sel-sel darah, sel endotel, meningen, synovium, dan mesothelium. Jaringan epitel termasuk epitel pada kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran kemih, saluran reproduksi, kelenjar, dan sel yang berasal dari neuroektoderm seperti melanosit. Tumor yang berasal dari jaringan mesenkim diberi akhiran – oma apabila jinak, dan –sarkoma apabila ganas. Tumor jinak yang berasal dari jaringan epitel diberi akhiran –papiloma, sedangkan akhiran -karsinoma diberikan apabila tumor tersebut ganas. Tumor yang terdapat pada kelenjar diberi akhiran – adenoma jika jinak dan –adenokarsinoma jika ganas (Cullen et al. 2002).
Proses Penyebaran Tumor
Spector dan Spector (1993) menjelaskan bahwa tumor dapat bermetastasis dengan tiga cara, yaitu melalui pembuluh limfatik, pembuluh darah, dan transplantasi langsung (transcoelomic). Tiga faktor penting yang menentukan kecenderungan penyebaran sekunder tumor adalah sifat sel tumor itu sendiri, daya tahan hospes, dan kerentanan organ terhadap sel tumor. Penyebaran tumor melalui pembuluh limfatik disebut juga penyebaran limfogen. Pembuluh limfatik memiliki membrana basalis yang tipis sehingga mudah untuk ditembus oleh sel tumor (Cullen et al. 2002). Sel tumor yang telah menembus pembuluh limfe diangkut oleh cairan getah bening sebagai embolus, kemudian sel tumor tersebut akan tersangkut pada kelenjar getah bening regional. Biasanya, tumor yang menyebar melalui pembuluh limfatik adalah tumor jenis karsinoma (Tjarta 2002).
Tumor jenis sarkoma biasanya menyebar melalui pembuluh darah karena sel-sel tersebut biasanya memiliki laju proliferasi sel yang tinggi dan memiliki adhesi yang rendah satu sama lain. Mula-mula, tumor primer akan menyebar melalui vena cava atau vena porta. Sel tumor akan terperangkap dalam pembuluh kapiler pertama yang dilaluinya. Filter kapiler pertama pada drainase vena cava adalah paru-paru, sedangkan hati adalah daerah mikrovaskuler pertama yang menerima darah dari vena porta. Dari daerah tersebut, tumor dapat menyebar ke pembuluh darah lainnya (Cullen et al. 2002).
Penyebaran sel tumor melalui transplantasi langsung biasanya terjadi pada tumor yang terletak pada rongga serosa seperti rongga perut dan rongga pleura. Contohnya pada tumor ganas lambung, sel-selnya akan menembus serosa. Gaya berat akan menyebabkan sel tumor jatuh ke dalam rongga pelvis, kemudian sel tumor akan menempel pada serosa ovarium atau rektum dan membentuk metastasis (Tjarta 2002).
Derajat Keganasan Tumor
Menurut Tjarta (2002), derajat keganasan tumor dapat ditentukan dengan dua cara yaitu secara makroskopis (staging) dan mikroskopis (grading). Penentuan derajat keganasan tumor secara makroskopis yang umum digunakan adalah berdasarkan sistem Tumor-Nodus-Metastasis (TNM). T menunjukkan ukuran dari tumor primer, N adalah keterlibatan kelenjar getah bening, dan M berarti metastasis. Cullen et al. (2002) menjelaskan bahwa sistem TNM pada hewan digunakan berdasarkan sistem yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO).
Tumor primer diklasifikasikan menjadi T1 hingga T4, sesuai peningkatan ukurannya. Ketika tidak ada limfonodus yang terlibat, maka dinyatakan sebagai No. Keterlibatan limfonodus yang progresif dilaporkan sebagai N1 sampai N2. Adanya metastasis dilaporkan dengan skala M1 atau M2. Apabila tidak terdapat metastasis, maka dilaporkan sebagai Mo.
Penentuan derajat keganasan tumor secara mikroskopis dinamakan grading. Pada tumor jenis sarkoma, grade tumor sangat berhubungan dengan kemampuannya bermetastasis, sehingga grade tumor jenis ini disebut juga potensial metastatik. Setiap tumor terdiri atas subklonal sel tumor yang memiliki potensial metastatik yang berbeda (Tjarta 2002). Potensial metastatik dapat ditentukan melalui pengukuran laju proliferasi sel. Salah satu cara untuk mengetahui laju proliferasi sel adalah dengan menghitung indeks mitotik. Indeks mitotik pada sel tumor tergantung dari karakteristik sel tumor itu sendiri, seperti panjang siklus sel, daya tahan sel, dan lama hidup sel. Indeks mitotik pada umumnya ditentukan menggunakan metode penghitungan figur mitotik pada perbesaran objektif 10 atau 40x dan menetapkan rataan hitungnya (Cullen et al. 2002). Pewarnaan untuk penghitungan figur mitotik dapat menggunakan Hematoksilin Eosin atau imunohistokimia seperti PCNA (Proliferating Cell Nuclear Antigen) dan Ki-67 (Handharyani et al. 1999). Menurut Romansik et al. (2007), indeks mitotik merupakan perbandingan antara jumlah sel yang sedang melakukan pembelahan dan jumlah sel secara keseluruhan. Francken et al. (2003) menjelaskan bahwa tinggi rendahnya indeks mitotik merupakan indikator penting yang menentukan keganasan suatu kejadian tumor dan berguna untuk menentukan prognosa terhadap pasien. Penentuan indeks mitotik suatu tumor juga bermanfaat untuk pengobatan karena sel-sel yang sedang melakukan pembelahan sangat sensitif terhadap obat-obatan antitumor dan penyinaran (Kintzios 2004).
Pendekatan Diagnosis Tumor pada Hewan
Pendekatan diagnosis tumor dapat diperoleh melalui pemeriksaan klinis maupun laboratoris. Beberapa gambaran klinis yang menunjukkan kecurigaan diagnosis tumor ganas adalah badan lemah, anoreksi, dan berat badan turun. Anamnese merupakan langkah awal penentuan diagnosis, hal ini meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita, jenis makanan yang diberikan, serta paparan bahan kimia pada hewan. Pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan fisik, radiologik, dan endoskopi. Pemeriksaan laboratoris dilakukan dengan pemeriksaan preparat dengan bahan yang diperoleh dari biopsi untuk menentukan jenis dan sifat keganasan tumor. Pengujian biokimia tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa tumor, namun dapat membantu dalam ketepatan pengobatan (Tjarta 2002).
Pengobatan Tumor pada Hewan
Menurut Martin (1989), pengobatan tumor pada hewan kecil biasanya dilakukan dengan pembedahan yang dikombinasikan dengan kemoterapi. Obat-obatan kemoterapi diantaranya adalah:
·         Antimetabolit. Obat ini mengganggu sintesis DNA sel.
·         Pengalkilasi. Sifatnya radiomimetik dan menyerang tahap sintesis DNA saat interfase. Contohnya adalah nitrogen mustard.
·         Hormon, khususnya untuk tumor yang pertumbuhannya disebabkan oleh faktor hormonal seperti tumor pada prostat atau pada payudara.
·         Antibiotik antitumor, contohnya Doxorubicin.
Radioterapi jarang dilakukan pada hewan karena harganya mahal. Selain itu, tumor yang bermetastasis secara luas tidak efektif jika diberikan terapi jenis ini (Thornburg 2000).
3.2.      Osteocarcinoma
Osteosarcoma adalah jenis tumor ganas pada tulang, disebut appendicular osteosarcoma jika kejadiannya menyerang tulang kaki dan disebut axial osteosarcoma jika kejadiannya menyerang tulang lainnya. Osteosarcoma awalnya tumbuh pada bagian paling dalam tulang dan makin lama akan menyebabkan rasa nyeri seiring berkembangnya sel tumor dan tulang akan menjadi hancur. Biasanya osteosarcoma terjadi di tulang panjang seperti humerus dan radius-ulna pada kaki depan, femur dan tibia-fibula pada kaki belakang.
Text Box: Keterangan gambar:
- Kiri: Hasil foto roentgen kaki belakang anjing, os femur normal.
- Kanan: Hasil foto roentgen kaki belakang anjing, os femur mengalami osteosarcoma.
Kausa
Osteosarcoma lebih banyak terjadi pada anjing dibandingkan kucing, namun kausa spesifik dari osteosarcoma masih belum diketahui. Radiasi ion, karsinogen kimiawi, dan benda asing (termasuk implant metal) juga berkontribusi terhadap terjadinya osteosarcoma. Juga terdapat korelasi dengan predisposisi genetik pada garis keturunan anjing tertentu.
Risiko kanker tulang lebih tinggi terjadi pada hewan jantan dibandingkan hewan betina. Tepatnya, 65% lebih tinggi terjadi pada hewan jantan yang dikastrasi dan 34% lebih tinggi pada betina yang disteril.
Diagnosa banding
-       Osteosarcoma
-       Osteomlyelitis
-       Osteoblastoma
-       Giant cell tumor
-       Aneurysmal bone cyst
-       Fibrous dysplasia
Treatment
Treatment osteosarcoma pada anjing bisa dilakukan dengan operasi, radioterapi, kemoterapi dan meredakan nyeri.
1.        Metode Operasi
Jika memungkinkan, tulang yang terkena penyakit ini sebaiknya diamputasi untuk menghilangkan rasa sakit dan mencegah penyebab kanker. Apabila penyakit tidak sampai menyerang 50% bagian tulang bisa juga dilakukan limb-sparing, yaitu menghilangkan bagian tulang yang terserang penyakit dan mengganti bagian tulang yang dibuang tersebut dengan implant tulang yang sehat. Namun limb-sparing tidak selalu berhasil dilakukan terutama pada kaki belakang dan humerus, juga bisa terjadi komplikasi.
2.        Radioterapi
Terapi radiasi bisa mengurangi rasa sakit dan sering digunakan sebagai treatment tambahan terhadap tindakan limb-sparing. Biasanya 3 dosis radiasi diaplikasikan pada tumor dengan aturan sebagai berikut:
·         Dosis 1 dan 2 diberikan satu minggu secara terpisah.
·         Dosis 2 dan 3 diaplikasikan dua minggu secara terpisah.
·         Meredanya rasa nyeri umumnya bertahan hingga 4 bulan. Jika rasa nyeri kembali, bisa diberikan treatment lebih dari sebelumnya.
Meskipun demikian, radioterapi tidak selalu berhasil pada semua kasus osteosarcoma.
3.        Meredakan nyeri
Obat-obatan yang biasanya digunakan yaitu Etodolac, Carprofen, Butorphanol, Fentanyl patch dan Aspirin.
4.        Kemoterapi
Kemoterapi adalah pilihan terbaik untuk memperpanjang hidup anjing dan mencegah penyebaran kanker tulang. Treatmen kemoterapi diaplikasikan secara intravena (IV). Obat-obatan yang biasanya digunakan yaitu:
·         Carboplatin: diberikan setiap 3 sampai 4 minggu untuk 4 kali pengobatan. Obat ini aman untuk anjing dengan riwayat penyakit ginjal.
·         Cisplatin: diberikan setiap 3 sampai 4 minggu untuk 3 kali pengobatan. Obat ini tidak dianjurkan untuk anjing dengan riwayat penyakit ginjal.
·         Doxorubicin: diberikan setiap 2 minggu untuk total pengobatan 5 kali. Obat ini tidak dianjurkan untuk anjing dengan masalah jantung.
·         Koombinasi Doxorubicin dan Cisplatin: diberikan setiap 3 minggu untuk 4 kali pengobatan.
Pencegahan
Tidak ada cara khusus untuk mencegah kejadian osteosarcoma, namun tetap, hindari trauma terutama pada kaki. Cara lainnya untuk menghindari penyakit dan agar dapat hidup dengan sehat yaitu memberikan makanan yang sehat dan berkualitas, selalu menyediakan air minum untuk si anjing dan memeriksakan kesehatan anjing (check-up dan booster vaksin). Melakukan pemeriksaan darah, urinalisis dan melakukan pemeriksaan fisik rutin setiap tahun juga dapat membantu dalam mengenali gangguan kesehatan maupun penyakit. Dengan demikian, kesempatan untuk mengembalikan kesehatan anjing yang mengalami gangguan kesehatan akan lebih tinggi dan memungkinkan terjadinya kesembuhan.



DAFTAR PUSTAKA
Burk, Ronald L., Feeney, Daniel A. 2003. Small Animal Radiology and Ultrasonography: A Diagnostic Atlas and Text. USA: Elsevier Science.
Coulson, A., Lewis, N. 2008. An Atlas of Interpretative Radiographic Anatomy of the Dog and Cat. UK: Blackwell Publishing.
Cullen JM et al. 2002. An Overview of Cancer Pathogenesis, Diagnosis, and Management. Didalam: Tumor in Domestic Animals. Ed ke-4. Iowa: Blackwell Publishing Company.
Elmslie, R., Statham-Ringen, K. 2010. Osteosarcoma in Dogs. http://www.vetcancerspecialists.com/resources/osteosarcoma/. Veterinary Cancer Specialists. Tanggal akses: 29 November 2013.
Fitriani, Hani. 2007. Studi Kasus Leiomiosarkoma Pada Anjing: Potensial Metastatik. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Gârjoabă, I., N. Tudor, T. Soare, A. Tănase, C. Vlăgioiu. 2009. Extraskeletal Osteosarcoma in Dogs: Presentation of Two Cases. Faculty of Veterinary Medicine Bucharest, Splaiul Independentei No.105, Bucharest, Romania. Lucrări Ştiinłifice Medicină Veterinară Vol. Xlii (2), 2009, Timişoara.
Larkin P, Stockman M. 2001. The Ultimate Encyclopedia of Dogs: Dogs Breeds and Dogs Care. London: Southwater.
PETWAVE. 2013. Causes and Prevention of Bone Cancer in Dogs. http://www.petwave.com/Dogs/Health/Osteosarcoma/Causes.aspx. Tanggal akses: 1 Desember 2013.
Sudjana. 2001. Metoda Statistika. Ed ke-6. Bandung: Penerbit Tarsito.
Warber, Adrienne. 2013. Canine Osteosarcoma Treatment. http://dogs.lovetoknow.com/wiki/Canine_Osteosarcoma_Treatment. LoveToKnow Corp. Tanggal akses: 29 November 2013.


Komentar